Luwuk - Banggai

Luwuk - Banggai

Kamis, 24 Oktober 2013

Terbakar Praswil Kehilangan Jejak

Saat senja
saat kesepian yang menekan
tapi mereka berada di tempat

Menyalakan api di titik yang sama
rasa optimis tak habisnya menyaksikan
hilangkan jejak saat mendekat

Harapan-harapan baru tiba
hanyut dalam duka lara

kau harus menyaksikan
kau pun harus mengartikan kebenaran
Diskusikan!



Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGGAI
Dan
BUPATI BANGGAI
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG ORGANISASI DAN TATA
KERJA DINAS - DINAS DAERAH KABUPATEN BANGGAI.

Tugas dan Fungsi


Paragraf 8

Dinas Bina Marga dan Pengairan

Pasal 25
Dinas Bina Marga dan Pengairan mempunyai tugas melaksanakan urusan
pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan
dibidang Bina Marga dan Pengairan.

Pasal 26
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
Dinas Bina Marga dan Pengairan mempunyai fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis dibidang Bina Marga dan Pengairan;
b. Penyusunan program kegiatan dibidang BIna Marga dan Pengairan;
c. Pelaksanaan pembinaan kewenangan dibidang pengairan pedesaan, jalan dan prasarana wilayah;
d. Pelaksanaan pengawasan, pengendalian, pengembangan, rehabilitas dan pengembangan operasi serta        
    pemeliharaan dan pembangunan bidang pengairan pedesaan, jalan dan prasarana wilayah;
e. Pengamanan dan pemantauan air serta rekomendasi penggunaan dan pemanfaatan air;
f.  Pengamanan dan pemantauan jalan dan Prasarana Wilayah Daerah;
g. Pelaksanaan penangulangan bencana banjir dan bencana alam lainnya serta usaha-usaha pengendalian 
    erosi dan abrasi pantai lokal daerah kabupaten;
h. Pengelolaan administarsi umum meliputi, ketatalaksanaan, keuangan, kepegawaian, pendapatan dan 
    peralatan;
i. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati;
j. Pengelolaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD);
k. Jabatan Fungsional.

Pasal 27
(1) Susunan Organisasi Dinas Bina Marga dan Pengairan terdiri dari :
a. Kepala Dinas;
b. Sekretaris, meliputi :
  1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
  2. Sub Bagian Keuangan dan Aset;
  3. Sub Bagian Perencanaan Program.
c. Bidang Pelayanan Jasa Konstruksi, meliputi :
  1. Seksi Pengujian Mutu;
  2. Seksi Pembinaan Jasa Konstruksi;
  3. Seksi Pengendalian Jasa Konstruksi.
d. Bidang Bina Marga, meliputi :
  1. Seksi Pembuatan Jalan;
  2. Seksi Pembuatan Jembatan;
  3. Seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.
e. Bidang Pengairan, meliputi :
  1. Seksi Irigasi;
  2. Seksi Operasi dan Pemeliharaan;
  3. Seksi Sungai, Rawa dan Pantai.
f. Bidang Peralatan dan Perbekalan, Meliputi :
  1. Seksi Peralatan;
  2. Seksi Perbekalan;
  3. Seksi Pemeliharaan Peralatan.
g. U P T D;
h. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Bagan Struktur Organisasi Dinas Bina Marga dan Pengairan Wilayah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Peraturan Daerah ini.



sebelumnya



mungkin saja api berasal dari nyala lilin 
karna tadi aku lihat ada orang
-eris 

Selasa, 22 Oktober 2013

Jes-ika TERJEBAK di Nusantara

Memilih..
yang berarti menanti
ternyata masih dalam mimpi

Hari ini..
mencari bintang lagi
ternyata tak sperti yang kemarin

Terjebak dalam kehidupan
Cinta yang membodohi
Kekuatan Hati

Tenggelam dalam lautan
Keyakinan sejati
Dunia seakan Mati

Jes-ika...
smoga kau benar
dan tak berdosa
mengatakan apa yang kau rasa

Jes-ika...
smoga kau tenang
sampai akhir waktu akan menghilang
Ketiadaan

yang terjadi mudah dimengerti
yang tersembunyi punya banyak arti

Sebenarnya apa?
yang kau inginkan
Cinta sperti apa?
yang kau harapkan

Jes-ika...
hanya semalam saja
namun aku terjebak
dunia baru mulai bergerak
ku angkat dirimu kepermukaan sejenak
untuk perjalananku kelak

Jumat, 18 Oktober 2013

Historiografi Sastra Indonesia 1960-an




    Dalam buku yang menjadi fokus perhatian adalah sejarah sastra Indonesia, yakni hal-hal yang berkaitan dengan sastrawan pada dasawarsa 1960-an sejak Lekra berdiri pada 17 agustus 1950, politik masuk demikian dalam ketubuh sastra Indonesia pada 1960-an mengkristalkan menjadi empat kelompok, yakni sastrawan Lekra, sastrawan Manikebu, sastrawan yang berafiliansi pada partai politik, dan sastrawan  Independen.

    Dari empat kelompok itu, perseteruan meruncing menjadi dua kelompok, yakni kubu sastrsawan Lekra yang mengusung paham realisme sosialis dan konsep “seni untuk rakyat” dan kubu sastrawan Maningkebu yang mengusung pahan humanis universal dan konsep “seni untuk seni”, dua kelompok yang lain cenderung bersimpati pada sastrawan Maningkebu.

     Pada 1995, terbit sebuah buku yang cukup penting di bidang sastra, yakni Prahara Budaya :Kilas Balik Offensi Lekra / PKI dkk (Kumpulan Dokumen Pergolakan Sejarah) yang disusun oleh D.S Moeljanto dan Taufiq Ismail. Buku yang diterbitkan oleh Mizan dan Republika ini dikatakan cukup penting karena berisi dokumen-dokumen sejarah sastra Indonesia pada 1960-an yang sangat tabu untuk dibicarakan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Peristiwa sejarah tersebut dibaca dari perspektif pelaku sejarah dari kubu sastrawan Manifes Kebudayaan (Manikebu) yang menempatkan sastrawan-sastrawan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) sebagai tokoh antagonis. Tokoh protagonisnya, tentu saja sastrawan Maningkebu.

    Pada 2002, majalah sastra Horison bekerjasama dengan The Ford Fundation menerbitkan antologi sastra Horison Sastra Indonesia dalam empat jilid, yakni
-Kitab Puisi
-Kitab Cerita Pendek
-Kitab Nukilan Novel  dan
-Kitab Drama.
Dalam keempat buku tersebut banyak sekali karya sastrawan Lekra yang tidak dimuat. Ada dua kemungkinan kenapa hal itu terjadi. Pertama, dimasa Orde Baru, semua karya sastra yang diproduksi oleh sastrawan Lekra dilarang, sehingga penyusun kesulitan mendapatkan bahan-bahan tersebut. Kedua, semua editor buku ini, yakni Taufiq Ismail, Hamid Jabbar, Herri Dim, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Jamal D Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar adalah mereka yang pernah kerja atau bekerjasama dengan majalah Horison yang notabene adalah majalah yang didirikan oleh sastrawan Maningkebu, yang sampai saat ini masih belum bisa “menerima” sastrawan Lekra.

    Kalau kita perhatikan secara sekilas, tampak nyakeduakubusastrawanitusudahmendapatkanhakbersuara yang sama. Tampaknya di era reformasiini, berbagai pihak mendapatkan kebebasan yang sama untuk mengekspresikan gagasannya, meskipun gagasan tersebut saling berlawanan. Sepertinya kita sudah bisa menerima berbagai perbedaan pendapat.Tapi kalau kita teliti lebih dalam,  ternyata faktanya tidak demikian. Buku yang diproduksi oleh sastrawan Manikebu bisa didistribusikan keruang publik secara bebas, hingga sampai ke perpustakaan-perpustakan sekolah. Sementara buku yang diproduksi oleh anak muda, yang katakanlah berafiliasi dengan sastrawan Lekra tidak bisa didistribusikan secara leluasa. Toko buku terbesar di Indonesia, GRAMEDIA , mengembalikan buku yang menyuarakan sastrawan Lekra itu kepada penerbitnya hanya satu hari setelah buku tersebut dipajang.

    Pada zaman Orde Lama, tepatnya pada tanggal 8 Mei 1964, Presiden Soekarno melarang Manikebu, karena dianggap kontrarevolusi. Karya sastra yang dihasilkan sastrawan Manikebu dilarang beredar. Akan tetapi, di zaman Orde Baru pada era Presiden Soeharto karya sastra yang diproduksi oleh sastrawan-sastrawan Manikebu diperbolehkan terbit kembali dan bisa beredar bebas, sebaliknya karya sastra yang diproduksi oleh sastrawan-sastrawan Lekra dilarang beredar. Dan ini terjadi selama 32 tahun kekuasaan rezim Orde Baru .dampaknya sudah terbaca dengan jelas, bahwa dalam buku sejarah sastra Indonesia yang dipelajari di sekolah-sekolah dasar hingga perguruan tinggi, tidak kita kenal lagi karya sastra yang diproduksi oleh sasstrawan Lekra. Dapat dikatakan buku-buku sejarah sastra kita selama ini masih bersifat Hemogoni.


Selasa, 08 Oktober 2013

LNG Luwuk - Banggai

. Di kotaku, Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah, kini terdapat pengelolaan Migas,yang terbagi dalam 2 blok. blok Senoro dan Blok Matindok, dari dua blok inilah nantinya gas yang dihasilkan akan di alirkan ke LNG Plant maupun Power Plant.
Blok LNG yang ada di kotaku ini adalah Blok LNG yang ke 4 di Indonesia dan yang ke 6 di Asia Tenggara.
PT Donggi Senoro LNG adalah perusahaan yang mengubah gas dari sumber gas menjadi LNG. Kilang LNG Donggi Senoro dirancang untuk memproduksi 2,1 juta metrik ton LNG per tahun selama 15 tahun



Aku harus tenang walaupun takut.,,,Untuk membuat semua orang tidak takut. Normal, sebagai orang, ya pasti ada takut, nggak ada orang yang anggak takut, Cuma yang coba aku temukan merasionalisasi rasa takut,….

Bung Hatta
Perjuanganku melawan penjajah lebih mudah, tidak seperti kalian nanti. Perjuangan kalian akan lebih berat karena melawan bangsa sendiri.

Bung Tomo (1920-1981)
Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah dan putih, selama itu kita tidak akan mau menyerah kepada siapa pun juga.

Sri Sultan Hamengku Buwono VIII
Kemurnian didalam hati menghasilkan kekuatan dalam kehidupan.
R. A. Kartini
Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, saya akan mati dengan merasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputra merdeka dan berdiri sendiri.

Bung Karno
Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.

Minggu, 29 September 2013

Sejarah di Kota Luwuk - Banggai


Di daerah yang sekarang kita kenal sebagai Kabupaten Banggai pernah berdiri kerajaan-kerajaan kecil. Yang tertua bernama Kerajaan bersaudara Buko – Bulagi. Letak Kerajaan Buko – Bulagi berada di Pulau Peling belahan barat. Kemudian muncul kerajaan-kerajaan baru seperti, Kerajaan Sisipan, Kerajaan Liputomundo, dan Kadupang. Semuanya berada di Pulau Peling bagian tengah, (sekarang Kecamatan Liang). Sementara di bagian sebelah timur dari Pulaua Peling (sekitar Kecamatan Tinangkung dan Totikum) waktu  itu sudah berdiri sebuah kerajaan yang agak besar, yakni Kerajaan Bongganan.
Upaya untuk memekarkan Kerajaan Bongganan dilakukan pangeran dan beberapa bangsawan kerajaan akhirnya membuahkan hasil. Bila sebelumnya wilayah Kerajaan Banggai hanya meliputi Pulau Banggai, kemudian dapat diperlebar.
Di Banggai Darat (Kabupaten Banggai), waktu itu sudah berdiri Kerajaan  Tompotika yang berpusat di sebelah utara (Kecamatan Bualemo). Dibagian selatan ada kerajaan tiga bersaudara Motiandok, Balalowa dan Gori-Gori.
Perkembangan Kerajaan Banggai yang ketika itu masih terpusat di Pulau Banggai, mulai pesat dan menjadi Primus Inter Pares atau yang utama dari beberapa kerajaan yang ada, sewaktu pemerintahan Kerajaan Banggai berada dibawah pembinaan Kesultanan Ternate akhir abad 16.
Wilayah Kerajaan Banggai  pada tahun 1580-an hanya meliputi Pulau Banggai, kemudian diperluas sampai ke Banggai Darat, hingga ke Tanjung Api, Sungai Bangka dan Tongung Sagu yang terletak di sebelah Selatan Kecamatan Batui. Perluasan wilayah Kerajaan Banggai dilakukan oleh Adi Cokro yang bergelar Mumbu Doi Jawa pad abad ke 16.  Istilah “Mumbu Doi” berarti yang wafat atau mangkat, khusus dipakai untuk raja-raja Banggai atau yang tertinggi derajatnya.
Adi Cokro merupakan seorang bangsawan dari Pulau Jawa yang mengabdikan diri kepada Sultan Baab-Ullah dari Ternate.  Di tangan Adi Cokro kerajaan-kerajaan Banggai mampu dipersatukan hingga akhirnya ia dianggap sebagai pendiri Kerajaan Banggai. Adi Cokro tercatat pula sebagai orang yang memasukan agama Islam ke Banggai. Hal tersebut sebagaimana ditulis Albert C.Kruyt dalam bukunya De Vorsten Van Banggai (Raja-raja Banggai).
Adi Cokro bergelar Mumbu Doi Jawa, yang dalam dialeg orang Banggai disebut Adi Soko,  mempersunting seorang wanita asal Ternate berdarah Portugis bernama Kastellia (Kastella). Perkawinan Adi Cokro dengan Kastellia melahirkan putra bernama Mandapar yang kemudian menjadi Raja Banggai. Istilah “Adi” merupakan gelar bangsawan bagi raja-raja Banggai, hal tersebut sama dengan gelar RM (Raden Mas) untuk bangsawan Jawa atau Andi bagi  bangsawan Bugis.
Karena Kerajaan Banggai dikuasai oleh Kerajaan Ternate, sementara Kerajaan Ternate ditaklukan Bangsa Portugis, otomatis Kerajaan Banggai berada dibawah kekuasaan Bangsa Portugis. Bukti, itu setidaknya dapat dilihat dengan ditemukannya sisa-sisa peninggalan Bangsa Portugis di daerah ini diantaranya meriam kuno atau benda peninggalan lainnya.
Tahun 1532 P.A. Tiele pernah menulis dalam bukunya De Europeers in den Maleischen Archipel, di sana disebutkan, bahwa pada tahun 1532  Laksmana Andres de Urdanette yang berbangsa Spanyol dan  merupakan sekutu (kawan) dari Sultan Jailolo, pernah mengunjungi wilayah Sebelah Timur Pulau Sulawesi (Banggai). Andres de Urdanette merupakan orang barat pertama yang  menginjakkan kaki di Banggai. Sedang orang  Portugis yang pertama kali datang ke Banggai bernama Hernando de Biautamente tahun 1596.
Tahun 1596 Pelaut Belanda yang sangat terkenal bernama Cornelis De Houtman  datang ke Indonesia. Menariknya, pada tahun 1594 atau dua tahun sebelum datang ke Indonesia Cornelis de Houtman sudah menulis tentang Banggai.
Ketika Adi Cokro yang bergelar Mumbu Doi Jawa, kembali ke tanah Jawa dan wafat di sana, tampuk Kerajaan Banggai dilanjutkan oleh Mandapar dengan gelar Mumbu Doi Godong. Mandapar dilantik sebagai raja Banggai pada tahun 1600. di Ternate oleh Sultan Said Uddin Barkat Syah.
Tahun 1602 Belanda datang ke Indonesia dan mendirikan Vereeniging Oost Indische Compagnie (VOC) yang merupakan Kongsi Dagang Belanda untuk perdagangan di Hindia Timur (Indonesia).
Kesaksian salah seorang pelaut bangsa Inggris bernama David Niddelleton yang pernah dua kali datang ke Banggai menyebutkan. Pengaruh VOC di Banggai sudah ada sejak Raja Mandapar memimpin Banggai.  Kerajaan Banggai pernah dikuasai Ternate. Namun setelah Kerajaan Ternate dapat ditaklukkan dan direbut oleh Sultan Alauddin dari Kerajaan Gowa (Sulawesi Selatan) maka Banggai ikut menjadi bagian dari Kerajaan Gowa. Dalam sejarah tercatat Kerajaan Gowa sempat berkembang dan mempunyai pengaruh yang sangat besar dan kuat di Indonesia Timur.
Kerajaan Banggai berada di bawah pemerintahan Kerajaan Gowa berlangsung sejak tahun 1625-1667.  Pada tahun 1667 dilakukankah  penjanjian Bongaya yang sangat terkenal antara Sultan  Hasanuddin dari Kerajaan Gowa dengan Laksamana Speelman dari Belanda. Isi dari perjanjian itu antara lain menyebutkan. Sultan Hasanuddin melepaskan semua wilayah yang tadinya masuk dalam kekuasaan Kerajaan Ternate seperti, Selayar, Muna, Manado, Banggai, Gapi (Pulau Peling), Kaidipan, Buol Toli-Toli, Dampelas, Balaesang, Silensak dan Kaili.
Pada saat Sultan Hasanuddin memimpin ia berulang kali melakukan perlawanan terhadap Belanda. Hasanuddin dikenal sebagai raja yang sengit melawan Belanda. Bentuk perjuangan yang dilakukan Hasanuddin ternyata memberikan pengaruh tersendiri bagi Raja Banggai ke-4, yakni Raja Mbulang dengan gelar Mumbu Doi Balantak (1681-1689) hingga Mbulan memberontak terhadap Belanda.
Sebenarnya Mbulang Doi Balantak menolak untuk berkongsi dengan VOC lantaran monopoli dagang yang diterapkan Belanda hanya menguntungkan Belanda sementara rakyatnya diposisi merugi. Tapi apa hendak dikata. Karena  desakan Sultan Ternate yang menjadikan Kerajaan Banggai sebagai bagian dari taklukkannya, dengan terpaksa Mbulang Doi Balantak tidak dapat menghindar dari perjanjian yang dibuat VOC (Belanda).
Tahun 1741 tepatnya tanggal 9 Nopember perjanjian antara VOC dengan Mbulang Doi Balantak diperbarui oleh  Raja Abu Kasim yang bergelar Mumbu Doi Bacan. Meski perjanjian telah diperbaharui oleh Abu Kasim, tetapi secara sembunyi-sembunyi Abu Kasim menjalin perjanjian kerjasama baru dengan Raja Bungku.itu dilakukan Abu Kasim dengan target ingin melepaskan diri dari Kerajaan Ternate. Langkah yang ditempuh Abu Kasim ini dilakukan karena melihat beban yang dipikul rakyat Banggai sudah sangat berat karena selalu dirugikan VOC. Tahu Raja Abu Kasim menjalin kerjasama dengan Raja Bungku, akhirnya VOC jadi berang (marah). Abu Kasim lantas ditangkap dan dibuang ke Pulau Bacan (Maluku Utara), hingga akhirnya meninggal di sana.
Usaha Raja-Raja Banggai untuk melepaskan diri dari belenggu Kerajaan Ternate berulang kali dilakukan. Dan kejadian serupa dilakukan Raja Banggai ke 9 bernama Atondeng yang bergelar Mumbu Doi Galela (1808-1829). Serupa dengan raja-raja Banggai sebelumnya,  Atondeng juga melakukan perlawanan kepada Kesultanan Ternate. Sebenarnya perlawanan Atondeng ditujukan kepada VOC (Belanda). Karena Atondeng menilai perjanjian yang dibuat selama ini hanya menguntungkan Hindia Belanda dan menjepit rakyatnya. Karena itulah Atondeng berontak. Karena perlawanan Atondeng kurang seimbang. Atondeng kemudian ditangkap dan dibuang  ke Galela (Pulau Halmahera).
Setelah Atondeng “dibuang” ke Halmahera, Kerajaan Banggai kemudian dipimpin Raja Agama, bergelar Mumbu Doi Bugis. Memerintah tahun 1829-1847. Raja Agama sempat melakukan perlawanan yang sangat heroik dalam perang Tobelo yang sangat terkenal. Tetapi karena Kerajaan Ternante didukung armada laut yang “modern” akhirnya mereka berhasil mematahkan perlawanan Raja Agama. Pusat perlawanan Raja Agama dilakukan dari “Kota Tua” Banggai (Lalongo). Dalam perang Tobelo,  Raja Agama sempat dikepung secara rapat oleh musuh. Berkat bantuan rakyat yang sangat mencintainya,  Raja Agama dapat diloloskan dan diungsikan ke wilayah Bone Sulawesi Selatan, sampai akhirnya wafat di sana tahun 1874.
Setelah Raja Agama hijrah ke Bone, sebagai pengganti munculah dua bersaudara  Lauta dan Taja. Kepemimpinan Raja Lauta dan Raja Taja tidak berlangsung lama. Meski hanya sebentar memimpin tetapi keduanya sempat melakukan perlawanan, hingga akhirnya Raja Lauta  dibuang ke Halmahera sedang Raja Taja diasingkan  ke Pulau Bacan, Maluku Utara.
Dalam Pemerintahan Kerajaan Banggai, sejak dulunya sudah dikenal sistem demokrasi. Dimana dalam menjalankan roda pemerintahan raja akan dibantu oleh staf eksekutif atau dewan menteri yang dikenal dengan sebutan komisi empat, yaitu :
1.  Mayor Ngopa atau Raja Muda
2.  Kapitan Laut atau Kepala Angkatan Perang
3.  Jogugu atau Menteri Dalam Negeri
4.  Hukum Tua atau Pengadilan
Penunjukkan dan pengangkatan komisi empat, dilakukan langsung oleh raja yang tengah bertahta. Sementara badan yang berfungsi selaku Legislatif disebut Basalo Sangkap. Terdiri dari Basalo Dodonung, Basalo Tonobonunungan, Basalo Lampa, dan Basalo Ganggang.
Basalo Sangkap diketuai oleh Basalo Dodonung, dengan tugas melakukan pemilihan setiap bangsawan untuk menjadi raja. Demikian pula untuk melantik seorang raja dilakukan dihadapan Basalo Sangkap.
Basalo Sangkap yang akan melantik raja, lalu akan meriwayatkan secara teratur sejarah raja-raja Banggai. Berurut, kemudian disebutkanlah calon raja yang akan dilantik, yang kepadanya dipakaikan mahkota kerajaan. Dengan begitu, raja tersebut akan resmi menjadi Raja  Kerajaan Banggai.
Silsilah raja-raja Banggai disebutkan sebagai berikut : 1. Mandapar dengan gelar Mumbu Doi Godong, 2. Mumbu Doi Kintom, 3. Mumbu Doi Balantak, 4. Mumbu Doi Benteng, 5. Mumbu Doi Mendono, 6. Abu Kasim, 7. Mumbu Doi Pedongko, 8. Manduis, 9. Atondeng, 10. Agama, 11.Lauta, 12.Taja, 13.Tatu Tanga, 14. Saok, 15. Nurdin, 16.Abdul Azis, 17. Abdul Rahman, 18. Haji Awaluddin, 19. Haji Syukuran Aminuddin Amir.

SEBELUM KEMERDEKAAN :
Meski kehadiran Vereeniging Oost Indische Compagnie (VOC) atau gabungan perusahaan dagang Belanda untuk perdagangan di Hindia Belanda (Indonesia) di Indonesia sudah ada sejak tahun 1602, tetapi peranan VOC dalam monopoli perdagangan di Wilayah Kerajaan Banggai baru diakui  pada zaman Kerajaan Banggai dipimpin Raja Nurdin yang berkuasa tahun 1870-1880.
Tahun 1908 Landschaap Banggai digabung dengan Onderploging yang berkedudukan di Bau-Bau, Pulau Buton (Bau). Empat tahun berikutnya Onderploging yang berkedudukan di Bau-Bau, dipecah menjadi dua bagian, meliputi Banggai Darat dan Banggai Kepulauan, masing-masing berkedudukan di Luwuk dan Banggai. Meski demikian Raja Banggai dan pemerintah Hindia Belanda tetap berada di Banggai.

mengantar Cinta ke jendela Dewasa

 karya-karya besar justru lahir dari Cinta, dibutuhkan tapi tak ada satupun yang dapat menggambarkannya, akal ada logikanya tentang benar dan salah, tapi cinta dapat menggabungkan keduanya..

Tajamnya duri menembus rasa
yang tak berhenti..
ingin luka itu ku balut
sampai kapan hitam hati darah putih
tercium wangi bunga 
tanpa akar akan pudar,
hilangkan nyawaku
keikhlasan itu tumbuh
aku mampu
namun tak sanggup mekar tanpamu

ada tersesat...
tak ada semakin tersesat......


Rasa marah, emosi, egois, dendam, iri benci, Perasaan-perasaan seperti itu memang harus ada. semua rasa itu kita butuhkan. Tapi ada tapinya…..
”Kita harus pas menempatkannya,  kapan hal-hal seperti itu kita keluarkan. Kita harus pandai mengarahkannya, Ketika dia datang disaat yang tidak tepat, kita harus bisa mengarahkan pada hal-hal yang baik. Hal-hal seperti itu tidak bisa kita bunuh atau kita hilangkan,
karena memang didalam diri kita ini sudah ada dua kekuatan : baik dan buruk.
Mana yang lebih dominan menguasai, tergantung dari masing-masing orang.”
untuk mengendalikan jiwa kita ini,
tergantung input atau asupan ilmu dan lain-lain yang masuk kedalamnya. Juga resonansi energi di seputar kita. Kalau kita ada dalam lingkaran energi negatif, maka jiwa kita akan terpengaruh olehnya. Dan ini adalah hal yang paling mempengaruhi faktor psikologis jiwa seseorang, karena bersinggungan langsung dalam praktek dan akan terasa nyata hasilnya.”

“Kembali lagi ke rasa cemburu...
Kalau perasaan itu ada dan kita tahu kedudukan dan porsinya, bawalah kesana, agar menempati ruangnya sendiri."
sobat, aku juga sedang dan  masih terus belajar memahami hakikat mencintai. Ketika kita mencintai seseorang atau sesuatu, seharusya kita fokus pada apa yang kita cintai, bukan pada kita nya sendiri. Sebaiknya kita lebih memperhatikan kebahagiaan orang yang kita cintai. Karena disanalah letak kebahagiaan yang sejati. Satu kunci untukmu, sobat :

    Minimalisasi keinginan mendapat perhatian, penghargaan, sanjungan, penghormatan dan hal-hal lain untuk kepuasan diri kita. Berlakulah sebaliknya. Berikan hal di atas kepada orang lain, dan jangan mengharapkan hal yang sama atau lebih dari mereka. Karena jika kita ikhlas melakukannya, semata-mata karena perintah-Nya untuk berbuat baik,  maka Tuhan akan memenuhi kehausan jiwa kita.

    Termasuk dari orang-orang terdekat. Hakikat mencintai adalah bagaimana kita berusaha membuat yang kita cintai menjadi tenang, damai, bahagia dll.  Kalau kita masih kecewa ketika yang dicintai bahagia tanpa kita, itu bukan mencintai, tapi kita ingin memiliki cintanya. Memberilah! Bukan menuntut!  Jangan khawatirkan kita tidak mendapatkan,  Tuhan akan mencukupi dan mengaliri jiwa kita sesuai dengan yang kita inginkan.